Total Tayangan Halaman

Kamis, 20 Maret 2014

Surat Kecil untuk Allah #1

Dear Allah,

Pada pagi yang bermentari, seakan tersenyum riang adalah juanya untuk mahluk hidup di muka bumimu. Unggas pun bernada layaknya kotak-kotak serdadu yang bergesekan.
Namun, hatiku kembali bersulam pilu. Mendung seakan meluapi diri.
Tegarkan batinku yang rentan ini, Allah sayang.

Allah sayang, jangan biarkan selalu gemuruh sesak sesaat yang berbicara menguasaiku.
Aku menyayangi setiap insan yang kau hadirkan dalam hidupku. Aku tempa segala inginku hanya untuk kebahagian siapapun yang menginginkan kebahagian.

Allah sayang, jika aku memang ditakdirkan memiliki sistem robot didalam kehidupanku ini, satu pintaku, jangan kau renggut ketulusan iman dalam hatiku. Hanya itu satu-satunya yang kupunya, untuk selalu bisa berkomunikasi denganmu.

Jika aku harus memanipulasi kebahagianku, aku bisa meluruhkannya, aku hidup di bumimu hanya untuk kau. Tak ada siapapun yang berhak melarangku untuk kau. Aku bahagia bersamamu, aku sangat bahagia. Bahkan jika, didunia ini tak ada siapapun juga yang bisa memasuki aku, hanya kau, yang bisa setia bersamaku.

Allah sayang, aku ingin selalu menebar bahagia untuk mahluk hidup yang lain, memberi pencerahan, tanpa tau siapa akan menemuimu terlebih dahulu.

Berikanlah yang terbaik untuk detik-detik dalam hari ini, jagalah mereka dalam cintamu, seperti aku yang menjaga cintaku hanya untukmu.

Regards,

Hamba kecilmu

Kamis, 14 November 2013

Kau Lupa Mengajariku



Kau Lupa Mengajariku
Hay (teman) masalaluku. Someone special or else..
Kemana kamu selama ini? Baru muncul lagi, menyapaku dengan komenmu. Kamu berada disana namun sulit untuk menjadi ‘satu’ lagi denganku. Hey (teman) masa laluku. Apakabarmu? Tentu baik akan tetap baik dan selalu baik bukan tanpaku? Iya kamu hebat. Bahkan lebih hebat dari petinju yang mengalahkan lawannya. Jika mereka harus babak belur. Kau hanya cukup berbalik arah dan kau telah menjadi pemenang dalam ceritaku ini...

Aku kini hanya menerka-nerka. Aku bermain tebak-tebakan dengan takdir. Aku bercengkrama dengan banyaknya kemungkinan-kemungkinan yang belum pasti atau akan terjadi nantinya. Itu semua aku lakukan tanpa ada kamu disini, seperti dulu..
Berbalik arah. Apa kamu ‘menangkap’ sesuatu dari dua kata itu? Tidak?

Ya! Begini. Kamu yang dulunya hadir di hariku. Kamu yang mengajariku banyak hal dari ini itu dan apa pun. Kamu yang membisikkan sugesti “KAMU BISA” ketika perasaanku berkata “KAMU AKAN JATUH”. Kamu yang membuat satu hal memiliki 1000 makna. Kamu membuat pandanganku “melebar” dari sisi yang berbeda. Kamu berbalik arah. Kini kamu berbalik arah! Iya ke arah yang bukan lagi arah dimana aku berjalan. Arah dimana antara aku-kamu akankah nantinya menjadi kita. Arah dimana 1000 Arti yang kamu beri tadi musnah. Arah dimana sugesti tadi akan menjadi tak bermakna. Jika kamu telah berbalik arah dan tak-pedulikan-aku. KAMU MENANG! KAMU PEMENANG!! Apakah membiarkan ku disini dengan teka-teki yang tak terpecahkan ini adalah kemenangan bagimu? :’)

Terkaanku bisa saja benar. Terkaanku bisa saja salah. Mungkin kamu kembali mungkin juga kamu akan selamanya pergi. Mungkin aku yang kembali bahagia. Atau kamu yang mungkin akan selalu berhasil membuatku ‘sakit kepala’ memikirkan teka-teki tadi.. Mari ikut aku sejenak. Mari masuk dalam dunia “masa lalu kita” (teman)...
 
Pertama.
Kesedihan kurasakan. Kepiluan menerka. Semua seolah membuatku jatuh. Kamu dengan penuh kasih sayang mengajariku arti kesabaran kamu beriku sejuta nasehat hingga sedih itu hilang. Tapi kamu lupa! Lupa mengajariku untuk berhenti bersedih tanpa sejuta nasehatmu itu. Hingga kini, kesedihanku makin bertumpuk.
Selanjutnya,
Air mata itu menetes begitu derasnya. Isak tangisku semakin menjadi. Kamu bertingkah konyol. Kamu berusaha hingga akhirnya aku tertawa lebih dari tangisku tadi. Tapi tak kah kamu ingat? Kamu juga lupa! Lupa mengajariku bagaimana mengusap air mataku sendiri tanpa ada kamu yang bertingkah konyol hanya untuk membuatku tertawa. Hingga tawaku kini sulit seolah tersekat oleh kesedihan yang bertumpuk tadi.

Lalu...
Kamu lupa mengajariku cara berjalan tanpa kamu disisiku.
Kamu lupa mengajariku caranya melupakan masa lalu.
Kamu lupa mengajariku cara untuk tidak bermain dengan bayangmu..
Kamu lupa mengajariku cara agar aku bisa melepaskanmu disaat kamu disana..
Kamu juga lupa mengajariku untuk tidak menunggu kabarmu.
Kamu juga tak pernah mengajariku bagaimana berhenti menangis bila rindu denganmu.
Kamu tak pernah pula mengajariku bagaimana untuk tidak berharap kedekatan jika kejauhan mulai terasa.
Kamu lupa mengajariku bagaimana mengerti sesuatu tanpa kamu menjelaskan.
Kamu lupa mengajariku untuk tidak terus berkecimpung dengan hal yang tak pasti.
Kamu tak mengajariku bagaimana tertawa sendiri tanpa ada ‘kita’ teman...
Kamu melupakan itu! Padahal kini kamu tak lagi disini, Kamu dengan dunia barumu dan entahlah...
Siapa lagi yang mau mengajariku ? Apakah jika ada yang mengari mereka juga akan melupakan “semua” yang kutulis tadi? Iya? Jika memang iya.. Biarlah hanya kamu yang mengajariku agar pertanyaanku tak semakin menjadi..
Kamu tak ajarkan itu semua. Tidak...
Bagaimana bisa kamu lupa mengajariku itu semua? Bagaimana bisa kamu lupa? :’(

Dulunya aku tak pernah bertanya. Ku fikir dengan tidak mengajariku hidup tanpa kamu. Kamu akan selalu disini. Ternyata tidak... Kamu hanya mengajariku berbagai hal yang harus ku lakukan denganmu disekitarku, walau jarang kita berbicara langsung. Bukan tanpamu.... Harus selama apa aku menerka-nerka?

Mungkin...
Hingga Dia ‘bertindak’ mempertemukan atau membuat kita saling mengikhlaskan satu samalain..